have a big room? ready for relax? have internet connection?

Senin, 08 Agustus 2011

how do you do if you bored with bad sites? almost everything you can through internet. You can search for news and also latest information, playing game, playing casino and even get adult fun through online. So many people choose internet to find media where they can have adult fun that offers by adult site.


There are so many sites on the internet that offers you with porn; it has become one of the many sites that people choose to visit when they need to have adult fun. There are many sites with a lot of attraction and fetishes that mostly guys will like. Porn which delivers on the internet were actually purposed to create sexual arousal or erotic satisfaction. You can find them in videos style, pictures, film and others. If you want to have sexual pleasure, through some porn site you can probably have the satisfaction that you want. You will find many this kind of entertainment on the internet. On those sites you will be provide with videos or images of the adult show that you want. Whatever your fetishes are you can find the porn action from it on the internet. In some countries these kinds of shows are strictly against, however you can find this show easily on the internet.


For you guys or couple who wants to get sexual arousal or erotic pleasure from porn movies, you can easily find it on the internet, where you can experiments or just enjoying watching the adult fun of videos. These porn sites will offers you with different kind of hot and sexy girls and great performance that can make you have the satisfaction that you always want. You can simply visit the site that will provide you with the fetishes and also criteria that you want. Online porn is something that can easily access by everyone.

READ MORE - have a big room? ready for relax? have internet connection?

Rahasia Sukses Ciputra: "Wisdom, Integrity, Innovation"


"Untuk bisa berhasil, dibutuhkan tiga hal, yaitu wisdom, integrity, innovation. Integritas hal yang sangat penting karena itu mata uang yang berlaku di mana pun.
-- Ciputra"

Berikut ini wawancara khusus dengan Dr Ir Ciputra, Presiden Komisaris Grup Ciputra, oleh Robert Adhi Kusumaputra dari Kompas.com, sambil makan siang di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, didampingi menantunya, Harun Hajadi, dan Direktur Ciputra Tulus Santoso.

Pak Ciputra selalu sukses membangun di banyak kota dan di mancanegara serta bermitra dengan pihak mana pun. Apa rahasianya Pak Ci?

Partnership. Waktu memulai usaha, saya bermitra dengan Hasjim Ning. Di Grup Jaya, saya bermitra dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di Metropolitan Land, saya bermitra dengan kawan-kawan kuliah dan kalangan lainnya. Dan di Grup Ciputra, saya bermitra dengan anak, menantu, dan cucu, juga dengan kaum profesional.

Di luar negeri, saya bermitra dengan pengusaha lokal di Vietnam, Kamboja, India, dan China. Di Kamboja, mitra saya seorang jenderal, sekarang sudah pensiun. Demikian pula di banyak kota di Indonesia, kami bermitra dengan pengusaha lokal. Tahun 2011, Grup Ciputra akan membangun di 30 kota di Indonesia. Jadi, partnership sangat penting. Umumnya, mengembangkan usaha dengan mitra berhasil, meskipun sulit.

Untuk bisa berhasil, dibutuhkan tiga hal, yaitu wisdom, integrity, innovation. Integritas hal yang sangat penting karena itu mata uang yang berlaku di mana pun.

Kalau mau berhasil menjadi leader, kita harus bisa menjadi hamba, melayani, dan memberi. Memang ada mitra yang sulit bekerja sama. Namun, kita harus menunjukkan toleransi lebih dahulu sehingga semua persoalan bisa diselesaikan dengan baik. Karena itulah, tak pernah persoalan berlanjut ke pengadilan. Hanya ada satu proyek yang bermasalah, tapi tujuan si penggugat adalah uang. Jadi, setelah dibereskan, semua berjalan baik.

Dan saya membuat 10 perusahaan yang saya dirikan, tujuh di antaranya perusahaan properti, go public, yaitu Jaya Property, Jaya Ancol, Jaya Konstruksi, Metropolitan Kencana, Ciputra Development, Ciputra Property, dan Ciputra Surya. Tiga perusahaan lainnya non-properti, yaitu Metrodata, Grafiti Press, dan Branta Mulia. Tahun 2011, akan tambah dua perusahaan lagi.

Kami membangun rumah, tak pernah meninggalkan di tengah jalan. Target kami menjadi top of mind. Setiap kali orang datang ke sebuah kota, yang diingat adalah perumahan Ciputra. Tahun ini kami menargetkan membangun di 30 kota. Jumlah proyek yang dibangun, jika ditambah dengan Jaya dan Metropolitan, menjadi sekitar 50 proyek.

Di setiap kota yang kami datangi, kami berkomitmen untuk terus membangun. Jadi, kami mengambil dividen 30 persen, lalu 70 persennya kami gunakan untuk re-investasi, membangun kota baru lagi. Selalu begitu. Inovasi dan entrepreneurship (kewairausahaan), serta semangat dan keyakinan, juga sangat penting.

Pak Ci selalu berdoa dan bersyukur untuk segala yang Pak Ci lakukan, berikan, dan dapatkan. Berapa lama Pak Ci menyempatkan diri berdoa?

Kita hidup tidak hanya untuk diberkati, tapi juga memberkati, menjadi berkat bagi banyak orang. Ada orang yang berhemat, tapi uangnya tidak bertambah. Tapi ada orang yang terus memberi, uangnya terus bertambah. Ini tersurat dalam Amsal.

Saya menekuni membaca Alkitab setiap hari, pagi hari saat bangun tidur 45 menit, sedangkan tengah malam, antara 45 menit dan 1 jam. Membaca Alkitab sangat penting karena semua yang kita lakukan terinspirasi dari sana. Misalnya, saya takut berbuat curang karena saya takut kepada Tuhan.

Jadi saya yakin saya sukses karena bimbingan Tuhan. Kalau kita berbuat curang, Roh Kudus akan keluar dari dalam diri kita dan kita akan didiami delapan setan yang baru; mungkin bisa sukses, tapi hanya sementara di dunia.

Selain sibuk berbisnis, apa yang dilakukan Pak Ci melalui perusahaan untuk memajukan bidang lain, seperti pendidikan dan olahraga?

Bagian dari CSR perusahaan, seperti di Jaya, membangun klub bulu tangkis Jaya. Klub ini menyumbang tiga medali emas Olimpiade yang diraih oleh Susi Susanti, Tony-Chandra, dan Hendra-Kido.

Dalam bidang kebudayaan, saya juga mendirikan penerbit Pustaka Jaya bersama sastrawan Ajip Rosidi.

Sampai sekarang saya tetap memerhatikan bidang pendidikan, entrepreneurship, dan seni budaya. Perhatian terhadap seni budaya, saya tuangkan dalam bangunan di kawasan Ciputra World Jakarta, yang saya namakan 'Ciputra Artpreneurship'. Bangunan ini terdiri dari lima bagian, yaitu museum, galeri, ruang pameran, studio, dan performance art.

Selain itu, di bidang kesehatan, saya membangun rumah sakit Ciputra Hospital. Rumah sakit pertama dibangun di Citra Raya, Cikupa, Tangerang. Setelah ini kami akan membangun rumah sakit di setiap perumahan yang kami bangun di berbagai kota. Saya senang, berhasil dalam bidang sosial. Kami membangun rumah sakit bukan untuk mencari keuntungan, melainkan sebagai pelengkap perumahan kami.

Grup Ciputra sangat ekspansif. Setiap kali membangun perumahan, selalu laris manis. Apa rahasianya Pak Ci?

Kami melakukan ekspansi dengan equity sehingga prudent. Kami tak punya utang. Kalaupun ada, lima persen dari equity. Mengapa bisa? karena modal kami adalah integritas. Brand dibangun sejak tahun 1961, dan itu tidak mudah. Jadi wajar jika rumah belum dibangun, konsumen sudah membayar. Jadi kami harus menjaga integritas ini agar perusahaan ini sustainable forever.

Grup Ciputra juga kuat dalam inovasi, dan kekuatan inovasi pada konsep. Kami datang ke Hanoi yang belum berkembang. Kami tanya apa yang belum ada di kota ini? Ternyata belum ada kota internasional. Kami minta lahan itu langsung main tunjuk. Mereka tanya saya butuh berapa hektar. Saya jawab semuanya. Mereka pikir saya gila. Saya terangkan lahan seluas 4 hektar berbeda dengan lahan 400 hektar. Jadi, kalau ditanya, saya selalu jawab minta tanah sebanyak mungkin agar dapat mewujudkan konsep yang inovatif, seperti saya membangun Ancol.

Kami datang ke Hanoi di Vietnam, Phnom Penh di Kamboja, ke Shenyang dan Jiashing di China membawa inovasi. Kami bermitra dengan pengusaha setempat. Properti di India kami jual ke pengusaha lokal dengan harga bagus, lalu kami masuk ke China. Jadi kalau sudah tahu jalan, semua menjadi mudah, gampang.

Pak Ci juga dikenal memopulerkan kewirausahaan. Mengapa memiliki jiwa wirausaha sangat penting?

Saya ingin menjadikan Indonesia negara yang memiliki banyak wirausaha. Mengapa? Indonesia sejak lama dijajah. Jadi harus diubah mindset-nya. Mental rakyat Indonesia harus diubah. Jangan hanya jadi pegawai, tapi bagaimana bisa menjadi wirausaha dan menciptakan lapangan kerja.

Dari 250 juta jiwa, setidaknya dibutuhkan 5 juta warga Indonesia menjadi wirausahawan agar ekonomi Indonesia makin kuat. Kita harus mengejar Singapura dan Malaysia.

Kami akan memberi penghargaan kepada Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra sebuah patung yang melambangkan entrepreneurship setinggi 9 meter yang harganya miliaran rupiah. Sebelum SEA Games dimulai November 2011, patung ini sudah dipasang di Palembang. Pak Eddy adalah walikota yang berani mengajak masyarakat kota Palembang untuk berwirausaha, tidak sekadar menjadi pegawai.

Saat ini generasi kedua keluarga Pak Ciputra sudah menunjukkan kemampuan mengelola perusahaan. Bagaimana Pak Ci mempersiapkan generasi ketiga?

Ya, kami membuat family chapter, tapi sudah tiga tahun belum selesai juga. Ini penting agar tidak bertengkar. Pada saatnya, mereka mengambil (tongkat) estafet. Intinya, generasi ketiga keluarga Ciputra pada awalnya harus bekerja di proyek, tidak di kantor pusat.

Seperti Harun, menantu saya, awalnya ia bekerja di CitraLand Surabaya. Dia tinggal di ruko yang juga kantor proyek. Dia tahu A sampai Z urusan proyek. Sekarang, ada satu cucu saya, anak Budiarsa, yang bekerja di Shenyang, China.

Saya mempersiapkan generasi ketiga. Saya punya enam orang cucu, untuk siap menjadi wirausaha. Kelihatan, saat kuliah pun, mereka sepertinya sudah tidak sabaran lagi menjadi wirausahawan, sesuai anjuran saya. Ha-ha-ha.

Bagaimana Pak Ci melihat perkembangan properti di Indonesia saat ini?

Perkembangan properti saat ini seperti deret ukur, melesat cepat. Kalau dulu lebih slow. Kami ke daerah mulai 10 tahun terakhir ini. Kami sudah membangun di kota-kota lapisan ketiga, seperti Tegal. Sekarang kami mencoba mencari lahan di Papua. Di Timika lebih prospektif.

Membangun di daerah memiliki kesulitan lebih tinggi. Kami punya modal, sumber daya manusia yang berkualitas. Kami mengirim orang-orang lama yang sudah berpengalaman untuk memimpin proyek di daerah agar kualitas perumahan Ciputra di mana pun tetap sama.

Di perusahaan ini, ada 22 direktur yang memiliki otoritas penuh. Jadi wajar jika kami mampu membangun di banyak kota. Mereka bekerja dengan delegasi penuh. Jarang ada karyawan yang keluar, dan tidak ada yang korupsi. Ada 12 auditor internal yang memeriksa keuangan kami.

Jadi, apa rahasia Pak Ci selalu sehat dan berpikiran jernih?

Punya keinginan kuat, bersemangat, dan percaya diri, serta ada bimbingan Tuhan. Ini semua karena berkat Tuhan. Saya makan makanan yang sehat, makan sayuran.

Setiap pagi, saya berolah raga taichi setengah jam, kemudian berjalan kaki, dan berenang di kolam renang air panas selama tiga perempat jam. Berolahraga secara tetap dan waitankung. Banyak berdoa dan bermeditasi. Kalau capek, harus berhenti. Jangan dipaksa.

Sampai sekarang saya masih menjadi motivator dan mentor dalam bidang properti dan entrepreneurship
READ MORE - Rahasia Sukses Ciputra: "Wisdom, Integrity, Innovation"

Cosmas Batubara: Remajakan Jakarta dengan Rusun

Pada Kabinet V, tahun 1988-1993, Cosmas Batubara menjabat Menteri Tenaga Kerja.

Lahir di Simalungun, Sumatera Utara, 19 September 1938, Cosmas Batubara pernah menjadi anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan (Golkar) tahun 1967-1978.

Meskipun sudah lama pensiun, Cosmas Batubara masih bersemangat menimba ilmu. Pada tahun 2002, Cosmas lulus cum laude dan meraih gelar doktor di Universitas Indonesia pada usia 64 tahun. Disertasinya tentang "Hubungan Industrial di Indonesia". Hingga kini Cosmas masih menjadi dosen tamu dan mengajar masalah perburuhan di FISIP UI.

Dalam usia senjanya, Cosmas Batubara, mantan Ketua PP PMKRI dan aktivis 66 ini masih aktif dan sibuk bekerja sebagai Ketua Yayasan PPM yang menaungi Sekolah Tinggi Manajemen PPM. Yayasan PPM didirikan oleh IJ Kasimo, M Tambunan, Bachder Djohan.

Cosmas juga aktif sebagai Wakil Ketua Yayasan Universitas Pancasila Jakarta dan Ketua Dewan Penyantun Yayasan Atmajaya Yogyakarta, serta Pembina Yayasan STIE Triguna Bogor.

Di bidang lain, Cosmas adalah Komisaris Independen sejumlah perusahaan properti, mulai dari Grup Ciputra, Agung Podomoro Land, Intiland, dan Metropolitan Kencana.

Putri kedua Cosmas Batubara, Prisca becerita, "Setiap bangun pagi, bapak pasti berdoa pagi, kemudian melakukan stretching selama 30 menit. Bapak tak pernah lupa melakukan itu. Jadi disiplin kunci keberhasilan itu benar."
Selama jadi Menpera periode 1978-1988, saya selalu mendapat dukungan dari Menko Ekuin dan Menkeu. Jadi kebijakan pemerintah betul-betul diwujudkan dengan dukungan semua pihak.
-- Cosmas Batubara

Prisca, yang saat ini Corporate Secretary Agung Podomoro Land mengatakan ia banyak belajar dari sang ayah, terutama semangat untuk selalu belajar. "Bapak belajar main golf setelah pensiun, dan tekun mempelajarinya sampai menjadi jago. Saya kagum dengan pikiran positif bapak saya. Jarang sekali bapak berpikiran negatif," cerita Prisca.

Cosmas Batubara memang masih rajin berolahraga. Ia bermain golf di Rawamangun, yang setara dengan berjalan kaki sejauh 6,5 kilometer.

"Saya masih sering diundang ceramah, mengajar keliling di banyak kota. Saya masih sering membaca buku dan berdiskusi. Jika berdiskusi dengan orang lain, itu lebih dari membaca buku," kata Cosmas yang mengaku mengikuti perkembangan teknologi.

Berikut ini wawancara dengan Dr Cosmas Batubara, Menteri Perumahan Rakyat (1978-1983 dan 1983-1988) serta Komisaris Independen sejumlah perusahaan pengembang properti, bersama Robert Adhi Kusumaputra dari Kompas.com di kantornya di kawasan Menteng, Jakarta, Pusat, awal pekan ini

Ketika menjadi Menteri Perumahan Rakyat pada pemerintahan Soeharto selama dua periode, apa yang Pak Cosmas kerjakan?
Perhatian pemerintahan Soeharto pada masalah perumahan rakyat sangat besar karena rumah adalah kebutuhan dasar setelah sandang dan pangan.

Saya ingat dialog awal saya dengan Pak Harto tahun 1978. "Saudara Cosmas sudah mengikuti sidang MPR dan diminta mengikuti Garis Besar Haluan Negara. Sekarang saya minta Saudara membantu saya untuk memperhatikan masalah papan pada Kabinet Pembangunan III. Karena pada Pelita I dan II, masalah sandang dan pangan sudah teratasi, dan perhatian saya pada masalah papan. Jadi Saudara Cosmas membantu saya laksanakan GBHN di bidang papan," demikian kata Pak Harto.

Mendengar ucapan Pak Harto, saya bilang ke Pak Harto bahwa saya sarjana FISIP dan anggota DPR, serta aktif di Golkar. Saya belum punya pengalaman dalam bidang perumahan. Pak Harto mengatakan, "Ya, saya tahu. Tapi Saudara ditugaskan bukan untuk menukangi rumah, tetapi melakukan koordinasi lembaga-lembaga yang menangani perumahan dan mencapai sasaran yang ditargetkan."

Setelah mendengar jawaban Pak Harto, saya lega, dan menerima tugas itu. Assignment dari Presiden sangat jelas dan ini sangat berkesan. Saya pun merasa mantab menyusun rencana untuk lima tahun ke depan.

Saya ditugaskan sebagai Menteri Muda Perumahan Rakyat dan ditempatkan di Departemen Pekerjaan Umum. Waktu itu Menteri PU adalah Purnomosidi. Hari pertama, saya di-briefing semua persoalan perumahan. Saya bersyukur, di Departemen PU, banyak orang berlatar belakang dan berpengalaman soal perumahan sehingga saya banyak terbantu.

Tugas saya jelas, pertama, memperhatikan perumahan untuk masyarakat menengah bawah dan menengah. Artinya rumah untuk gol I dan II atau prajurit di bawah perwira, sampai golongan III atau perwira pertama TNI/Polri. Profil kelompok masyarakat yang ditangani adalah PNS dan ABRI (TNI dan Polri). Artinya, 75 persen yang berpenghasilan tetap, dan 25 persen untuk karyawan swasta.

Kedua, saya menentukan cicilan rumah tidak melebihi 20 persen pendapatan suami-istri supaya mereka tetap bisa membiayai hidup sehari-hari.

Ketiga, khusus proyek Perumnasm bagi mereka yang tidak mampu membayar uang muka, diberi opsi menyewa dulu. Jadi uang sewa ini dianggap sebagai uang muka sehingga keluarga ini bisa mendapatkan KPR dari BTN. Ini kebijakan yang jelas dan tegas. Dari dulu, uang muka sudah menjadi persoalan.

Keempat, Perumnas dan swasta membangun rumah, dan BTN menyediakan KPR. Dengan cara seperti ini, dana-dana yang datang dari APBN, disalurkan ke BTN, lalu BTN memberi KPR dengan kebijakan subsidi silang. PNS dan ABRI ada yang bayar 5 persen, 7 persen, 9 persen dari KPR. Jadi subsidi silang.

Dan saya di-back up oleh Menko Ekuin dan Menkeu. Ini ketegasan pemerintah. Saya melakukan rapat koordinasi dengan Direktur Bank Indonesia (kalau tidak salah Kamardi Arief), dengan Bank Tabungan Negara (BTN), Menkeu, membahas dana yang dibutuhkan untuk menyediakan perumahan rakyat. Dan bagaimana mendapatkan bunga yang rendah.

Ada commitment letter ke Perumnas dan pengembang swasta sehingga mereka bisa meminjam uang ke bank komersial, dan membangun konstruksi rumah. Pengembang mendapat kemudahan. Misalnya, jika harga rumah waktu itu Rp 5 juta per unit, pengembang membangun 1.000 unit rumah, artinya pengembang mendapat pinjaman Rp 5 miliar.

Rumah yang akan di-KPR-kan, syaratnya siap huni. Artinya, sudah tersedia sarana air minum, listrik, jalan. Memang ini sering menjadi persoalan hingga sekarang. Saya prihatin mendengar kabar dan melihat ada rumah susun yang kosong, ditinggalkan penghuninya karena tak ada air dan listrik. Mengapa bisa, saat membangun, tidak ada koordinasi? Ini memang penyakit proyek. Orang membangun tanpa memikirkan rumah atau rusun bisa siap huni.

Kalau membangun rumah skala besar, kami melakukan seleksi lokasi, bagaimana infrastrukturnya kelak, bagaimana air dan listrinya sehingga memenuhi syarat menjadi hunian yang layak.

Pada periode 1978-1988, banyak pejabat yang meresmikan perumahan, termasuk di Depok Tengah, Depok nUtara, Depok Timur, Bekasi, Karawaci Tangerang.

Saya merasa berhasil membangun perumahan rakyat pada periode 1978-1988 karena saya selalu mendapat dukungan dari Menko Ekuin dan Menkeu. Jadi kebijakan pemerintah betul-betul diwujudkan dengan dukungan semua pihak.

Bagaimana Pak Cosmas melihat perkembangan perumahan rakyat saat ini?
Pengganti saya sebagai Menpera adalah Siswono Yudhohusodo dan Akbar Tanjung. Setelah itu berubah kebijakan. Kebijakan perumahamn rakyat pun sepertinya tersendat. Namun ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Menteri Perumahan Rakyat dalam kabinetnya dalam periode I dan II, saya senang. Namun saya agak kurang puas karena ternyata program perumahan rakyat tidak sepenuhnya sesuai harapan. Saya beranggapan, seorang

Menpera harus mendapat dukungan penuh dari menteri-menteri lainnya seperti Mendagri, Menkeu, Menko Ekuin atau Menko Perekonomian.

BTN sampai sekarang masih memberi KPR. Tapi seharusnya tetap memperhatikan masyarakat berpenghasilan rendah.

Bagaimana pendapat Pak Cosmas soal kebutuhan rumah di kota-kota besar?
Saya berpendapat, persoalan perumahan rakyat dapat dipecahkan antara lain dengan rumah sewa. Di kota-kota besar, kebutuhan rumah sewa sangat besar akibat arus urbanisasi, seperti yang pernah terungkap dalam seminar internasional di Bangkok.

Rumah sewa di Jakarta dapat disamakan dengan rumah kos-kosan. Dan rumah kos dapat memecahkan masalah perumahan di kota besar. Rumah kos selalu dicari jika lokasinya dekat dengan pusat pertumbuhan ekonomi seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, pabrik, juga kampus dan pusat pendidikan.

Kos-kosan di Tangerang yang dihuni pekerja pabrik, umumnya dimiliki warga setempat, jawara dan tokoh masyarakat. Sehingga jika ada persoalan, pengelola pabrik menghubungi tokoh masyarakat setempat.

Di Depok, banyak rumah yang dijadikan kos-kosan untuk mahasiswa. Demikian juga di sekitar mal dan perkantoran.

Pola rumah kos bisa mengatasi masalah perumahan. Jadi pasangan muda, mahasiswa, bisa tinggal di rumah kos atau rumah sewa. Setelah kemampuan ekonomi meningkat, baru mereka membeli rumah.

Ini perlu kebijakan pemerintah pusat dan daerah, dan juga kebijakan perbankan yang memberi kredit membangun rumah kos.

Masalah backlog adalah penyakit sejak dulu. Backlog terkait dengan jumlah penduduk. Makin bertambah jumlah penduduk, backlog pasti bertambah.

Apa saran Pak Cosmas untuk pemerintahan sekarang agar masalah perumahan rakyat dapat ditangani dengan baik?
Di masa depan, kebijakan pembiayaan perumahan harus sinkron. Perumnas, REI, perbankan dilibatkan. Dana semua ini dari APBN. Kementerian harus berkoordinasi dengan DPR sebagai penentu anggaran.

Yang perlu dilakukan adalah urban renewal, peremajaan kota. Itu harus dilakukan di Jakarta. Kalau kita jalan dari Senen hingga St Carolus, di belakang jalan itu banyak permukiman padat. Mengapa misalnya tidak diremajakan saja dan dijadikan hunian rumah susun 4 lantai? Ini bisa menjawab masalah kelangkaan tanah di kota besar.

Jadi konsepnya, 1 hektar permukiman padat dan kumuh, bisa menampung 4 hektar permukiman serupa lainnya. Kita bangun kampung bersusun. Artinya, perilaku dan tradisi masyarakat kampung tidak hilang, di mana mereka biasanya sangat solider satu sama lain. Antara rusun satu dengan lainnya bisa saling terhubung. Jika ini dapat diwujudkan, wajah kota akan lebih indah. Sehingga akan banyak ruang terbuka hijau dapat tersedia.

Dari mana pembiayaannya? Bisa dari tiga sumber, pemerintah kota, pemerintah pusat, dan pengemban. Jika semua pihak jujur, rakyat pasti mau. Jadi masyarakat seikitar harus menempati rusun itu lebih dahulu. Dan ini harus dilakukan dengan jujur. Jadi perlu kebijakan pemerintah daerah yang mantab dan kuat.

Keuntungan lainnya, jika kita membangun hunian vertikal, masyarakat tidak kebanjiran. Lahan parkir pun tersedia lebih banyak.

Menurut saya, Gubernur DKI Jakarta harus mengampanyekan peremajaan kota ini. Pemprov DKI menikmati dampaknya karena Pajak Bumi dan Bangunan akan naik, Pendapatan Asli Daerah pun ikut naik.

Mengapa rumah murah untuk rakyat berpenghasilan rendah sulit direalisasikan?
Pemerintah harus punya komitmen mendukung rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Ini porsi pemerintah dan tugas pemerintah. Filosofi bernegara adalah di mana rakyat tidak mampu, di sanalah pemerintah harus turun tangan membantu.

Masalahnya, seberapa jauh birokrat, walikota, bupati, gubernur menghayati filosofi bernegara ini? Mereka harus menjabarkan ini ke berbagai kebijakan pemerintah. Rakyat yang tidak mampu membeli rumah, harus dibantu. Buka kesempatan semua. Perizinan harus lancar.

Jadi ada komitmen moral para birokrat dengan pola melayani. Gaya pengabdian, gaya bekerjanya, harus menolong rakyat. Kalau menangani sesuati, harus dengan sepenuh hati. Program harus berjalan baik karena kita ada di sini untuk masyarakat.

Apa tugas Pak Cosmas sebagai Komisaris Independen sejumlah perusahaan pengembang properti di Indonesia?
Tugas saya sebagai komisaris adalah mengawasi jalannya perusahaan sesuai kebijakan pemegang saham, sesuai business plan, sehingga menjadi good coprporate. Dan ini dijalankan dengan profesionalisme, keterbukaan, dan akuntabilitas. Saya memberi ide-ide ke arah baru. Istilahnya, memberi second opinion
READ MORE - Cosmas Batubara: Remajakan Jakarta dengan Rusun

Teguh Satria: Kebijakan Perumahan Tidak Didukung Menkeu

Teguh Satria, Mantan Ketua Umum DPP REI (2007-2010) dan Presiden FIABCI Asia Pasifik (2011-2012)


Teguh Satria memang blak-blakan bicara soal perumahan. Ia sudah makan asam garam di dunia perumahan. Lelaki kelahiran Pati, Jawa Tengah, 5 Juni 1953 ini mengenyam pendidikan dasar dan menengah di Pati dan Salatiga, dan melanjutkan pendidikan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung tahun 1972. Setelah lulus tahun 1978, Teguh sempat bekerja di perusahaan kontraktor selama satu tahun (1979). Lalu pada tahun 1980-1989, Teguh bekerja di perusahaan pengembang di Bandung, PT Margahayu Raya.

Tahun 1990 sampai sekarang, Teguh mendirikan perusahaan pengembang sendiri, yang menyasar pada perumahan menengah dan menengah bawah di Bandung, khususnya di daerah Bandung selatan, Banjaran, di bawah nama Sanggar Indah.

Teguh aktif di REI Jawa Barat sejak tahun 1985 ketika REI Jawa Barat dipimpin MS Hidayat, pemilik Putraco. Teguh juga pernah menjabat Wakil Sekretaris REI Jabar selama dua periode 1989-1992 dan 1992-1995. Teguh juga pernah menjabat Sekretaris REI Jabar 1995-1999, saat itu ketuanya Paskah Suzetta.

Lama berkecimpung di REI Jabar, akhirnya membuat Teguh Satria terpilih sebagai Ketua REI Jabar pada periode 1999-2002. Selain itu Teguh juga terpilih sebagai Wakil Ketua Umum DPP REI (2001-2004) saat DPP REI dipimpin Yan Mogi. Aktivitas Teguh dalam DPP REI berlanjut. Tahun 2004-2007, Teguh menjabat Sekjen DPP REI, pada saat DPP REI dipimpin Lukman Purnomosidi. Pada periode berikutnya, 2007-2010, Teguh terpilih sebagai Ketua Umum DPP REI.

Teguh Satria juga aktif dalam FIABCI Asia Pasifik. Selama dua periode, pada tahun 2009-2011, Teguh menjabat Vice President FIABCI Asia Pasifik. Dalam business meeting FIABCI di Brussels, Belgia, Desember 2010, Teguh Satria terpilih sebagai President FIABCI Asia Pasific 2011-2012. “Tugas sebagai President FIABCI Asia Pasific, membangun networking antaranggota di kawasan Aspas. Dan mendorong supaya organisasi makin berkembang. Memang agak berbeda dibandingkan REI, Kalau REI buka peluang usaha di bidang peraturan,” kata Teguh.

Orang Indonesia yang pernah menjabat President FIABCI Asia Pasifik adalah Eric Samola, Ciputra, Pingky Pangestu, dan Teguh Satria, sedangkan yang pernah President FIABCI dunia adalah Ciputra dan Ferry Soeneville.

Berikut ini wawancara dengan F. Teguh Satria, mantan Ketua Umum DPP REI dan Presiden FIABCI kawasan Asia Pasifik oleh Robert Adhi Kusumaputra di Jakarta.

Persoalan mendasar apa yang dihadapi pengembang REI saat ini?
Persoalannya tidak sama setiap periode, berbeda-beda, Tetapi dihadapi para pengembang. Kalau bicara properti banyak. Tapi bicara perumahan, artinya problem menyediakan rumah menengah bawah, tetap jadi problem sampai sekarang.

Sebenarnya, akar masalahnya, bagamana mendudukkan persoalan bangsa. Tak bisa dibebankan pada REI atau pelaku perumahan. Penyediaan rumah bagi masyarakat. Sampai hari ini, problem ini masih ada, bukan bisnisnya tapi problem besarnya.

Saya melihat, filosofi memandang penyediaan rumah yang tidak tepat. Sepertinya seolah-olah dibebankan pada pelaku. Contohnya, ditanya kapan target dan kenapa tidak tercapai. Padahal REI bukan yang bertanggung jawab. Sekarang tercermin dalam UU. Contohnya pasal UU Perkim (PKP), ada kewajiban pengembang menyediakan rumah berpenghasilan rendah, yang disebut hunian berimbang. Bagaimana pandangan parlemen, meninisiasi UU. Selama masih begini, sulit. Bukan berarti REI menghindar. Seharusnya tidak seperti ini. Yang bertanggung jawab, semua pihak. Tapi bukan hanya pengembang. Mengapa pengembang dibebankan membangun hunian menengah bawah?

Sebenarnya siapa yang bertanggung jawab dalam penyediaan rumah bagi rakyat?
Semua pihak harus ikut bertanggung jawab dalam penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya menengah bawah. Dalam urusan pekerjaan, seharusnya para pemberi kerja juga bertanggung jawab, menyediakan rumah untuk pegawainya seperti dilakukan di Singapura. Dalam tabungan ini, ada sharing pekerja dan pemberi kerja. Filosofi seperti inilah yang sebenarnya harus dipakai.

Di Indonesia, ironisnya, pemerintah tidak memberi contoh. Ada Bapertarum PNS, tapi hanya one way traffic. Yang dipotong hanya PNS, dimasukkan ke tabungan perumahan. Seharusnya pemberi kerja PNS, pemerintah juga ikut sharing. Komposisinya terserah bisa 50:50, tapi ada kewajiban pemberi kerja, yang pada nantinya diwujudkan dalam penyediaaan perumahan.

Bagaimana dengan rumah untuk TNI dan Polri? Negara sharing juga dong. Pekerja swasta, juga sama. Sebagian gaji dipotong untuk tabungan perumahan, dan pemberi kerja juga diwajibkan bertanggung jawab. Jadi gotong royong semua pihak.

Menurut Anda, mengapa pemerintah seakan tidak peduli dengan persoalan perumahan rakyat?
Ketidakpedulian itu tercermin dari kebijakan Menpera yang tidak sinkron dengan kebijakan menteri lain. Misalnya, Menpera membuat FLPP, mendukung masyarakat memiliki memiliki rumah dan bisa mengakses kredit sampai Rp 80 juta. Masalahnya, mengapa Menkeu mengeluarkan kebijakan bebas PPN hanya sampai rumah senilai Rp 70 juta?

Ada pengertian yang tidak sinkron. Dalam UU tercantum, pengembang harus membangun rumah minimal 36 m2. Tetapi Menkeu mengatakan, rumah bebas PPN itu maksimal tipe 36 m2. Jadi benar-benar tidak sinkron antarinstansi pemerintah sendiri. Ini tidak jelas. Jadi yang hanya bisa dibangun hanya rumah tipe 36 m2, tak bisa ke bawah dan ke atas.

Ketidakpedulian pemerintah dalam urusan perumahan lainnya terlihat jelas pada banyaknya rusunawa yang kosong. Ini akibat antarsektor dan antarinstansi tidak sinkron.

UU Perumahan dan Permukiman yang sudah disahkan, dan juga UU Rumah Susun yang sedang digodok adalah produk DPR. Apakah DPR tidak melibatkan para pengembang ketika menyusun UU ini?
Para pengembang hingga kini mempertanyakan, mengapa seolah-olah dibebankan pada pengembang dengan kewajiban membangun. Pertama, kalau pengembang besar diwajibkan bangun tipe rumah kecil, lalu pengembang kecil bangun apa? Di mana lahan pengembang kecil? Mana bisa pengembang kecil bersaing dengan pengembang besar? Jadi ada kesan seolah-olah DPR ini hanya membebankan pengembang besar tapi tidak paham bahwa ini akan mematikan pengembang kecil.

Kedua, filosofi UU Perumahan dan Permukiman ini menakut-nakuti dengan ancaman pidana. Saya melihat, pidana kan ada yang mengatur? Mengapa urusan membangun rumah harus berakhir dengan pidana? Jika membangun rumah tidak sesuai, dipidana. Bupati salah mengeluarkan izin, sanksinya pidana. Seharusnya terbalik, orang yang menghambat membangun rumah itu lah yang harus dipidana, bukan pelaku pembangunan. Jadi aneh sekali. Kalau bupati atau walikota tidak mengeluarkan IMB bagaimana? Apa yang terjadi? Jadi filosofinya ini terbalik-balik.

Dalam RUU Rumah Susun disebutkan pengembang harus membangun 20 persen dulu baru bisa menjual. Menurut Anda?
Pengembang baru boleh menjual kalau sudah membangun 20 persen dari jumlah unit. Ini seperti bertanya, telur atau ayam? Untuk membangun rumah susun sederhana, ada persyaratan bank. Bank baru setuju memberi kredit kalau ada konsumennya.

Pengembang kan butuh uang untuk membangun? Tapi ketika minta kredit ke bank, bank bertanya pada pengembang, ada konsumennya nggak? Agar ada konsumen, pengembang kan harus menjual. Tapi agar bisa terjual, pengembang harus membangun. Dan agar bisa terbangun, butuh duit. Tapi kalau bank nggak ngasih kredit, bagaimana? Pengembang kecil mati.

Kami paham substansi UU itu agar masyarakat tidak tertipu. Tapi apakah para wakil rakyat yang membuat UU ini memikirkan dampaknya? Hanya pengembang yang kuat yang bisa membangun, sedangkan pengembang kecil harus pinjam dari bank.

Dalam draft UU Rusun, ada pasal yang mengatur, untuk menjual, harus ada garansi bank. Apa bisa bank beri garansi kepada developer bahwa ia akan membangun? Bagaimana mekanismenya? Dalam draft UU Rusun, untuk melakukan PPJT, harus ada garansi bank atau asuransi. Beranikah bank kasih garansi bahwa Anda membangun? Bagaimana caranya asuransi? apa asuransi yang bayari konsumen? Mekanismenya sulit.

UU ini kok kesannya membatasi segala macam. Mengapa tidak diatur dalam aturan turunannya? PP atau Permen? Kan lebih fleksibel. kalau garansi bank bagaimana? Bank nggak mau gimana? Bisa berhenti semua. Kalau nggak laku bagaimana?

Pada pembahasan UU Perumahan dan Permukiman, setahu kami, DPP REI hanya dimintai pendapat satu kali, dan itu hanya saat awal dan kami tidak diberi draft UU. Kami hanya dimintai pendapat. Secara resmi, DPP REI sampaikan tertulis, hanya tidak diakomodir.

UU PKP dan UU Rusun semua hak inisiatif DPR, bukan Kemenpera. Dan Menpera sendiri, banyak ide dan terobosan yang brilian. Tapi kalau tidak didukung staf dan kementerian lain, jadi sulit. Seperti FLPP, terobosan yang brilian, semua pihak diuntungkan Tapi kalau aturan lain tidak mendukung, ya susah juga.

Ada rencana pemerintah mendukung kepemilikan orang asing. Dan ada yang khawatir terjadi "bubble". Menurut Anda?
Kemenpera mendukung orang asing boleh miliki properti di Indonesia. Tapi tak bisa hanya Menpera. Tidak bisa berjalan dengan sempurna karena tak didkung, misalnya masalah pajak. Sinkronisasi kepemilikan asing itu dengan BPN. Kalau tidak sinkron, ya tidak bisa.

Di Indonesia kan ada pembatasan minimal harga? Orang asing hanya boleh membeli properti minimal seharga 150.000 USD. Jadi tidak mungkin pasar properti orang asing, bagaimana bisa mempengaruhi properti murah. Rakyat menengah bawah kan nggak mungkin membeli properti seharga Rp 1,4 miliar. Ini pasar terbatas. Pasar properti menengah bawah tidak akan terpengaruh. Pasar domestik jumlahnya jutaan unit, sedangkan pasar orang asing, jika jumlahnya 10.000 unit, itu sudah luar biasa.

Menurut saya, orang awam hanya memahami satu kalimat: “orang asing boleh beli properti di Indonesia”. Padahal aturannya banyak. Harga minimal 150.000 USD. Jadi mengapa harus khawatir?

Properti untuk orang asing tidak bersaing pada tataran yang sam dengan properti masyarakat menengah bawah. Contoh, jumlah hotel bintang lima seperti Grand Hyatt ada seribu. Apakah hotel-hotel bintang lima sperti Grand Hyatt mempengaruhi hotel-hotel bintang tiga dan bintang dua, melati sehingga jadi kosong? Kan pasarnya beda-beda? Jadi masyarakat tak perlu khawatir. Segmennya tidak sama.

Harga properti Indonesia dengan Singapura, 1:11. Tapi kok orang Indonesia banyak yang beli di Singapura, Australia, Hong Kong, Los Angeles? Mengapa mesti takut?

Jadi kekhawatiran terjadinya bubble terlalu berlebihan. Pasar domestik di Indonesia sangat besar dibandingkan pasar asing. Yang laris kan apartemen Rp 500-600 juta yang laris, yang di bawah Rp 1 miliar.
READ MORE - Teguh Satria: Kebijakan Perumahan Tidak Didukung Menkeu

Asing lihat per sektor dalam pengembangan superblok

Arief Rahardjo, Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield, mengatakan hal tersebut karena adanya perbedaan permintaan dan persediaan pasar properti pada suatu lokasi sehingga asing lebih tertarik untuk melihat per sektor dalam pembangunan kawasan terpadu tersebut. "Pertama asing melihat ke developer-nya terlebih dahulu, kemudian mempertimbangkan besaran imbal hasil [yield]. Karena adanya perbedaan pasar properti baik demand dan supply-nya, biasanya asing lebih melihat per sektor dan masuk pada sektor tertentu saja seperti perumahan dan apartemen service, perkantoran lebih banyak oleh pengembang lokal," tutur Arief saat dihubungi Bisnis, kemarin. Namun, menurut Arief, saat ini potensi pengembangan superblok yang siap untuk dikerjasamakan antara investor asing dan pengembang lokal masih sangat terbatas, padahal banyak investor asing yang tertarik masuk ke Indonesia. "Saat ini investor asing lumayan aktif berinvestasi di Indonesia, banyak yang sudah tertarik. Tetapi potensi yang ready untuk dikerjasamakan masih terbatas. Kalaupun ada proyek superblok biasanya dibangun sendiri oleh pengembang lokal, itulah yang menyebabkan jarang kami lihat investor asing berinvestasi membangun superblok," imbuhnya. Bagus Adikusumo, Direktur PT Colliers International, mengatakan saat ini kecenderungan pengembangan bisnis properti oleh investor secara internasional memang mengarah pada pengembangan superblok. Alasannya, sistem pembangunan dapat dikerjasamakan dengan beberapa investor, juga karena ada penghematan dalam biaya pembebasan lahan.
READ MORE - Asing lihat per sektor dalam pengembangan superblok

Pemerintah Anggarkan Rp400 Miliar untuk Rumah Murah

Suharso menyebutkan, sesuai Instruksi Presiden, pemerintah menyediakan 5.600 unit rumah untuk warga eks Timor-timur yang mengungsi ke NTT. "Yang Rp300 miliar untuk 5.600 unit rumah bagi warga eks Timor-timur dan masyarakat setempat yang terkena dampak masalah kawasan itu beberapa tahun lalu," jelas Suharso. Ia menyebutkan, penyediaan 5.600 unit rumah murah itu diharapkan dapat diselesaikan pada tahun ini juga. Sementara itu sisa alokasi anggaran sebesar Rp100 miliar, menurut Suharso akan digunakan sebagai dana bergulir yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Perumahan. Pada 2010 pemerintah membentuk BLU Pusat Pembiayaan Perumahan untuk mewujudkan sistem pembiayaan perumahan berkelanjutan dan efisien terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Kementerian Keuangan akan mengawasi fasilitas pembiayaan dari BLU di bawah Kementerian Perumahan Rakyat. Namun masyarakat tidak berhubungan langsung dengan kementerian karena pembiayaan tetap melalui perbankan. Pemerintah meminta perbankan tetap melakukan verifikasi kredit perumahan secara hati-hati sehingga tepat sasaran. Penetapan Pusat Pembiayaan Perumahan sebagai instansi yang menerapkan pola pengelolaan BLU ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 290/KMK.05/2010 dan ditetapkan menjadi BLU penuh. Saat ini Kemenpera telah bekerja sama dengan beberapa bank swasta nasional serta Asosiasi Bank Pembangunan Daerah serta beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk melaksanakan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kerja sama antara Kemenpera dan BPD dibutuhkan karena BPD dapat menjangkau target masyarakat di daerah yang membutuhkan pembiayaan pemilikan rumah dengan suku bunga rendah dan terjangkau dengan tenor 15 tahun.(ant/hrb)(investor.co.id)

READ MORE - Pemerintah Anggarkan Rp400 Miliar untuk Rumah Murah

Pengembangan Kota Baru Butuh Pusat Ekonomi

“Dengan adanya pusat ekonomi, kota-kota mandiri bisa bertumbuh. Jangan seperti sekarang, kota-kota di pinggir Jakarta justru berdiri sendiri,” papar planologi perkotaan dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna di sebuah diskusi dengan kalangan media di Jakarta, akhir pekan lalu. Dia mencontohkan, di Tangerang muncul wilayah permukiman, tetapi Bekasi lebih ke industri. Akibatnya kita gagal dalam pengembangan perkotaan karena belum ada kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang terintegrasi dengan permukiman. Menurut dia, kota-kota di Indonesia yang terbentuk sekarang lebih disebabkan oleh factor politik, bagi-bagi kekuasaan, dan pemekaran wilayah yang tidak memperhitungkan kesiapan kota tersebut. Akibatnya, kepemimpinan di kota-kota ini lemah dan lambat mengambil keputusan untuk mengembangkan kotanya. “Mereka itu lebih pada tataran shareholder, bukan pelaku. Beda dengan pengembang yang berinovasi untuk buat kota itu maju,” katanya.(investor.co.id)

READ MORE - Pengembangan Kota Baru Butuh Pusat Ekonomi

Real estate

From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation, search

Real estate is a legal term (in some jurisdictions, such as the United Kingdom, Canada, Australia, USA, Dubai, Trinidad and Tobago and The Bahamas) that encompasses land along with improvements to the land, such as buildings, fences, wells and other site improvements that are fixed in location—immovable.[1] Real estate law is the body of regulations and legal codes which pertain to such matters under a particular jurisdiction and include things such as commercial and residential real property transactions. Real estate is often considered synonymous with real property (sometimes called realty), in contrast with personal property (sometimes called chattels or personalty under chattel law or personal property law).

However, in some situations the term "real estate" refers to the land and fixtures together, as distinguished from "real property", referring to ownership of land and appurtenances, including anything of a permanent nature such as structures, trees, minerals, and the interest, benefits, and inherent rights thereof. Real property is typically considered to be immovable property.[
READ MORE - Real estate